Pengaruh Nasionalisme Pesantren terhadap Mahasiswa Organisatoris

Nasionalisme adalah sikap cinta terhadap tanah air yang diwujudkan melalui rasa bangga, penghormatan, dan pengabdian kepada bangsa dan negara. Adapun mahasiswa atau yang biasa disebut sebagai Agent of Age seringkali melekat dengan istilah nasionalisme dan organisasi. Tanpa adanya organisasi kegiatan kemahasiswaan akan terasa biasa biasa saja. Sebaliknya dengan adanya organisasi, seorang mahasiswa mampu mengasah soft skill dan keterampilannya dalam menjalani kehidupan sebagai sesosok agen of age. Dan sering kita jumpai bahwasanya mahasiswa memiliki jiwa nasionalisme yang menggebu-gebu terlebih pada diri mahasiswa baru, entah karena hal itu baru tumbuh atau sekedar ikut ikutan.

Artikel ini mengkaji konsep mahasantri yang tidak jauh beda dengan mahasiswa. Peran mereka dalam menjaga nilai-nilai keislaman dan kebangsaan, serta tantangan yang dihadapi dalam proses integrasi ilmu agama dan pengetahuan umum. Mahasantri diharapkan tidak hanya menjadi pemimpin spiritual, tetapi juga pemimpin sosial yang mampu menjembatani nilai-nilai tradisional pesantren dengan dinamika modernitas. Melalui pemahaman ini, diharapkan mahasantri dapat berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang berbudi luhur, berdaya saing, dan berbasis pada prinsip moral yang kuat melalui wadah yang dinamakan organisasi.

Nasionalisme pesantren memiliki pengaruh signifikan terhadap mahasiswa organisatoris dalam membentuk karakter kepemimpinan yang kuat dan rasa cinta tanah air. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam yang telah ada sejak sebelum kemerdekaan Indonesia, tidak hanya menanamkan nilai-nilai keagamaan, tetapi juga memainkan peran penting dalam membina jiwa nasionalisme di kalangan santri.

Dalam sejarahnya, pesantren ikut serta dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, dengan banyak tokoh penting yang berasal dari kalangan pesantren seperti KH. M. Hasyim Asy’ari yang memfatwakan resolusi jihad untuk menggerakkan jiwa dan raga kalangan santri untuk ikut serta dalam membela tanah air. Begitu juga KH. Abdul Wahid Hasyim, putra Kiai Hasyim yang berperan dalam pembentukan negara kesatuan Republik Indonesia.      

Pesantren mengajarkan pentingnya kesatuan dan semangat kebangsaan melalui prinsip-prinsip yang terkandung dalam agama Islam, seperti yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW melalui Piagam Madinah, yang menjadi dasar awal bagi terciptanya negara yang pluralistik namun tetap terjaga keutuhan dan persatuannya. Melalui nilai-nilai ini, pesantren tidak hanya mendidik santri dalam hal keagamaan, tetapi juga dalam hal kepemimpinan nasional dan keberagaman yang menjadi fondasi utama Indonesia.

Bagi mahasiswa organisatoris, nilai-nilai nasionalisme yang dibentuk di pesantren memberikan bekal yang sangat berharga. Katakanlah dalam organisasi CSSMoRA, suatu organisasi yng beranggotakan para mahasantri penerima program beasiswa santri berprestasi (PBSB) yang diberikan kepada santri dengan prestasi akademik dan non-akademik yang baik, bertujuan untuk mendukung mereka melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Program ini diselenggarakan oleh berbagai lembaga, seperti kementrian agama (kemenag) untuk meningkatkan kualitas pendidikan pesantren, mengembangkan potensi santri dalam berbagai bidang, serta mempersiapkan mereka menjadi generasi yang berkontribusi pada pembangunan bangsa, baik dalam bidang keagamaan maupun ilmu pengetahuan umum.

Mereka belajar untuk menghargai perbedaan dan bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, sesuai dengan semangat Pancasila sebagai landasan negara Indonesia. Hal ini membuat mahasiswa yang berasal dari pesantren cenderung memiliki rasa tanggung jawab yang tinggi terhadap negara dan lebih terbuka terhadap kerjasama lintas suku, agama, dan budaya.

Secara keseluruhan, nasionalisme yang ditanamkan dalam lingkungan pesantren mempengaruhi mahasiswa organisatoris dalam membangun solidaritas kebangsaan yang lebih inklusif dan kooperatif, serta menumbuhkan semangat juang yang berlandaskan pada cinta tanah air dan kebersamaan.

Kesimpulannya adalah bahwa nilai-nilai nasionalisme yang ditanamkan di pesantren memberikan dampak yang signifikan pada pembentukan karakter mahasiswa. Pesantren tidak hanya mendidik dalam aspek keagamaan, tetapi juga mengajarkan pentingnya kebangsaan, persatuan, dan rasa tanggung jawab terhadap negara. Hal ini menjadikan mahasiswa yang berasal dari pesantren memiliki semangat kebangsaan yang tinggi dan kemampuan untuk berkontribusi dalam organisasi dan kehidupan berbangsa. Dengan mengedepankan prinsip keberagaman dan persatuan, pesantren memberikan dasar yang kuat bagi mahasiswa organisatoris untuk memajukan bangsa dalam konteks yang inklusif dan harmonis.

Oleh: Ahmad Fahim I. (Anggota CSSMoRA MAHA Tahun 2024)

, , , , , , , ,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *